celebrithink.com – Bulan Ramadan semakin dekat dan hanya tinggal hitungan minggu lagi umat Muslim di seluruh dunia. Umat Muslim akan menjalankan ibadah puasa wajib selama satu bulan penuh. Qadha puasa Ramadan tak bisa lepas dari persiapan sebelum puasa Ramadan. Menjelang datangnya bulan suci ini, banyak yang mulai mengingat kembali apakah mereka masih memiliki utang puasa dari tahun sebelumnya yang belum ditunaikan. Puasa yang tertinggal ini biasanya terjadi karena berbagai alasan seperti sakit, haid, atau kondisi tertentu lainnya yang membuat seseorang tidak bisa berpuasa secara penuh selama Ramadan lalu. Oleh karena itu, sebelum Ramadan tiba, umat Muslim dianjurkan untuk segera melunasi utang puasanya. Sehingga umat Muslim agar dapat menyambut bulan suci dengan hati yang lebih tenang.
Namun, sering muncul pertanyaan di kalangan umat Muslim mengenai batas waktu terakhir yang diperbolehkan untuk mengganti puasa yang tertinggal. Apakah masih ada kesempatan untuk menunaikan kewajiban ini sebelum Ramadan berikutnya tiba? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, penting untuk memahami pandangan para ulama terkait batas akhir qadha puasa atau puasa pengganti. Berdasarkan referensi dari laman resmi Kementerian Agama (Kemenag), terdapat dua pandangan utama dari para ulama mengenai batas waktu qadha puasa Ramadan yang dijelaskan dalam kitab Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah.
Pendapat Ulama Syafiiyah dan Hanabilah
Menurut mazhab Syafiiyah dan Hanabilah, seseorang yang memiliki utang puasa wajib menggantinya sebelum Ramadan berikutnya tiba. Artinya, mereka yang masih memiliki puasa yang belum diganti harus segera menunaikannya sebelum bulan Ramadan yang baru dimulai. Jika puasa tersebut tidak diganti hingga Ramadan berikutnya, maka menurut sebagian ulama, ada konsekuensi tambahan yang harus dilakukan, seperti membayar fidyah sebagai bentuk denda karena telah menunda kewajibannya.
Pendapat Ulama Hanafiyah
Sementara itu, ulama Hanafiyah memiliki pandangan yang berbeda. Mereka berpendapat bahwa tidak ada batas waktu yang spesifik untuk menunaikan qadha puasa. Artinya, seseorang dapat mengganti puasanya kapan saja, bahkan jika telah melewati bulan Ramadan berikutnya. Mazhab ini memberikan kelonggaran bagi mereka yang mungkin memiliki kesulitan untuk segera mengganti puasanya karena alasan tertentu.
Meskipun demikian, tetap disarankan bagi setiap Muslim untuk tidak menunda qadha puasa terlalu lama. Jika memang tidak ada kendala yang berarti, sebaiknya utang puasa segera dilunasi sebelum Ramadan berikutnya tiba agar kewajiban tersebut dapat diselesaikan tepat waktu. Namun, jika ada alasan yang membuat seseorang belum bisa melaksanakannya, maka pendapat ulama Hanafiyah dapat menjadi rujukan. Yang terpenting adalah tetap menjalankan kewajiban tersebut dan tidak melupakannya agar ibadah di bulan Ramadan nanti bisa lebih maksimal dan penuh keberkahan.