Kesalahan Penggusuran oleh Pengadilan di Tambun Bekasi
celebrithink.com – Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid menyoroti penggusuran lima rumah warga di Desa Setia Mekar, Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi. Pengadilan Negeri Cikarang diduga melakukan kesalahan dalam eksekusi lahan sengketa seluas 3,6 hektare yang digugat sejak 1996. Lima rumah yang telah diratakan ternyata berada di luar lahan yang disengketakan oleh penggugat, Mimi Jamilah. Nusron memastikan kesalahan tersebut setelah melakukan pengecekan data di lokasi.
Rumah yang Tergusur Secara Tidak Sah
Rumah-rumah yang digusur tersebut milik Asmawati, Mursiti, Siti Muhijah, Yeldi, dan Bank Perumahan Rakyat (BPR). Lokasi rumah-rumah ini berada di Kampung Bulu, Jalan Bekasi Timur Permai, RT 1/RW 11, Desa Setia Mekar. Berdasarkan data Kementerian ATR/BPN, rumah-rumah ini tidak termasuk dalam lahan sengketa dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) 706 yang dimiliki oleh Kayat. Kesalahan ini menunjukkan ketidaktelitian dalam proses eksekusi.
Kurangnya Koordinasi dengan BPN
Nusron menegaskan bahwa kesalahan ini terjadi karena pengadilan tidak melibatkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Bekasi. Seharusnya, BPN diberi kesempatan untuk memverifikasi batas lahan sebelum eksekusi dilakukan. Hingga saat penggusuran terjadi, tidak ada pemberitahuan atau permintaan resmi kepada BPN. Hal ini menunjukkan lemahnya koordinasi antara lembaga terkait dalam proses hukum pertanahan.
Latar Belakang Sengketa Lahan
Kasus ini berawal dari gugatan Mimi Jamilah, ahli waris Abdul Hamid, terhadap lahan seluas 3,6 hektare. Lahan ini awalnya dimiliki oleh Djuju Saribanon Dolly dan dijual ke Abdul Hamid pada 1976. Dalam perjalanan waktu, lahan tersebut berpindah tangan beberapa kali. Abdul Hamid menjualnya ke Kayat, yang kemudian membagi lahan menjadi empat bagian dengan SHM 704, 705, 706, dan 707. Seiring waktu, kepemilikan tanah pun berubah.
Gugatan yang Berlarut-larut
Mimi Jamilah menggugat para pemilik tanah karena menilai transaksi antara Djuju dan Abdul Hamid bermasalah. Djuju membatalkan jual beli karena Abdul Hamid gagal melunasi pembayaran. Pada 2018, Mimi mengajukan eksekusi pengosongan lahan. Beberapa pemilik tanah, termasuk Toenggoel Paraon Siagian, menjual tanah mereka untuk menghindari sengketa hukum. Dari transaksi ini, berdirilah Cluster Setia Mekar Residence 2.
Dampak Penggusuran Salah
Kesalahan penggusuran ini menimbulkan keresahan bagi warga yang terdampak. Mereka kehilangan tempat tinggal akibat eksekusi yang tidak sesuai dengan batas lahan sengketa. Kasus ini menjadi perhatian publik dan menyoroti pentingnya keterlibatan BPN dalam setiap proses eksekusi lahan. Diharapkan, kejadian serupa tidak terulang di masa depan.