Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menjatuhkan hukuman delapan tahun penjara kepada Tamron Tamsil alias Aon. Sebagai pemilik manfaat CV Venus Inti Perkasa, Tamron terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang dalam tata niaga timah di Bangka Belitung. Kasus ini juga melibatkan Harvey Moeis dan beberapa pihak lainnya.
Sidang putusan digelar di ruang Kusuma Atmadja, Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, pada Jumat, 27 Desember 2024. Tamron mendengarkan pembacaan vonis bersama tiga terdakwa lain, yaitu Achmad Albani, Hasan Tjhie, dan Kwan Yung alias Buyung. Ruang sidang penuh oleh anggota keluarga terdakwa, dengan 20 bangku panjang pengunjung terisi penuh. Sidang juga disiarkan melalui videotron di lobi pengadilan untuk masyarakat yang tidak bisa masuk ruang sidang.
Hakim Ketua Toni Irfan menyatakan Tamron terbukti bersalah melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Tipikor, serta Pasal 3 UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Tamron divonis delapan tahun penjara, lebih ringan dari tuntutan jaksa yang meminta 14 tahun penjara. Selain hukuman penjara, Tamron juga dijatuhi denda Rp 1 miliar dengan subsider satu tahun penjara.
Tamron diwajibkan membayar uang pengganti Rp 3,53 triliun, dikurangi nilai aset yang telah disita. Jika uang pengganti tidak dibayar dalam satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, harta benda Tamron akan disita. Apabila masih kurang, ia akan menjalani hukuman tambahan berupa lima tahun penjara.
Kasus ini melibatkan praktik penambangan ilegal di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah periode 2015–2022. Jaksa menuduh Tamron memperkaya diri hingga Rp 3,66 triliun melalui perusahaan smelter swasta miliknya.
Hukuman untuk Tamron setara dengan beberapa terdakwa lain dalam kasus ini, seperti Suwito Gunawan, Roberto Indarto, dan Suparta. Namun, jumlah denda dan uang pengganti mereka berbeda. Terdakwa lain, Harvey Moeis, menerima hukuman lebih ringan, yaitu enam tahun enam bulan penjara, denda Rp 1 miliar subsider enam bulan kurungan, dan uang pengganti Rp 210 miliar subsider dua tahun penjara.
Kejaksaan Agung sebelumnya menyebut kasus ini menyebabkan kerugian negara hingga Rp 300 triliun. Sidang korupsi timah ini menjadi perhatian besar publik karena melibatkan angka fantastis dan tokoh-tokoh penting di sektor pertambangan.