Perjalanan Edi sebagai pustakawan dimulai pada tahun 2009 dengan mendirikan perpustakaan sederhana di atas tanah pemberian tetangganya. Berbekal pinjaman dari koperasi, ia membangun perpustakaan pertamanya. Semangatnya berakar dari pengalaman masa kecilnya yang pernah dilarang masuk Perpustakaan Umum Jakarta Timur karena dianggap berpakaian tidak sopan. Pengalaman ini justru memotivasinya untuk membangun perpustakaan yang terbuka bagi semua kalangan.
Edi kemudian memperluas jangkauannya dengan menciptakan konsep perpustakaan keliling menggunakan sepeda kargo. Sepeda merah berukuran dua meter yang dinamainya Kabaca membawa sekitar 80 buku dalam peti khusus. Kabaca menjadi daya tarik tersendiri, terutama bagi anak-anak yang antusias melihat koleksi buku di dalamnya. Edi melihat sepeda ini bukan hanya sebagai alat transportasi, tetapi juga sebagai media komunikasi yang efektif untuk menyampaikan pesan literasi. Atas upayanya ini, ia bahkan mendapat penghargaan dari Komunitas Bike To Work sebagai sosok inspiratif.
Tak hanya berkeliling di Jakarta, Edi dan rekan-rekannya pernah melakukan perjalanan bersepeda sejauh 245 kilometer ke Kuningan, Jawa Barat, untuk merayakan Hari Aksara Internasional. Perjalanan selama 11 hari ini bertujuan meningkatkan kesadaran literasi, khususnya di kalangan anak-anak di berbagai daerah. Di setiap tempat persinggahan, Edi menyediakan buku-buku menarik bagi anak-anak, seperti komik dan kisah inspiratif, di tempat-tempat publik seperti alun-alun dan masjid.
Edi juga menggagas program Gowes Literasi yang mengajak anak-anak membaca secara bebas di ruang publik. Ia percaya bahwa mendekatkan buku kepada anak-anak di ruang publik adalah langkah kecil yang berdampak besar. Ia berpendapat bahwa jika setiap rumah memiliki buku dan perpustakaan mini, minat baca anak-anak dapat dipupuk dengan lebih baik.
Meskipun koleksi bukunya hanya sekitar 4.500 judul, kontribusi Edi dalam meningkatkan minat baca sangatlah berarti. Ia berharap programnya dapat menginspirasi lebih banyak orang untuk menghargai dan memperluas akses literasi, terutama bagi generasi muda. Edi memandang perpustakaan bukan sekadar tempat menyimpan buku, tetapi juga sebagai simbol semangat untuk mencerdaskan bangsa.
Mengingat perilaku literasi di Indonesia masih berada di peringkat yang rendah dibandingkan negara lain, upaya yang dilakukan Edi Dimyati sangatlah penting. Ia hadir sebagai pahlawan literasi yang mengayuh harapan dan menyebarkan semangat membaca melalui Gowes Literasi dan Kabaca, memberikan kontribusi nyata bagi kemajuan bangsa.