Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Dede Yusuf Macan Effendi, angkat bicara soal tingginya angka golput dalam Pilkada 2024. Fenomena ini menunjukkan rendahnya partisipasi masyarakat dalam memilih kepala daerah. Salah satu penyebab utamanya, menurut Dede, adalah minimnya daya tarik dari calon-calon yang bertarung di pilkada.
Dede menggambarkan kondisi ini seperti pertandingan sepak bola. “Kalau MU lawan Chelsea, pasti stadion penuh. Begitu juga dengan pilkada. Kalau calonnya menarik, pemilih pasti antusias ke TPS,” ujarnya usai memantau kerja Sirekap di Kantor KPU RI, Jakarta Pusat, Senin (2/12).
Meski KPU sudah melakukan sosialisasi maksimal, Dede menilai hal itu tidak cukup tanpa hadirnya sosok calon yang mampu menjadi “jagoan” masyarakat. Menurutnya, daya tarik kandidat menjadi kunci utama untuk meningkatkan partisipasi pemilih. “KPU bisa mengajak orang ke TPS, tapi kalau pemilih tidak punya tokoh favorit, mereka tetap tidak datang,” lanjutnya.
Selain masalah daya tarik calon, Dede juga menyoroti waktu penyelenggaraan pilkada yang berdekatan dengan Pilpres. Ia menyebutkan bahwa jadwal yang terlalu padat membuat masyarakat lelah secara psikologis. Sebagai solusi, ia menyarankan agar pemilu di masa mendatang diatur dengan jeda waktu yang lebih panjang antara Pilpres dan Pilkada.
Namun, menariknya, Dede mencatat bahwa Pilbup dan Pilwalkot justru menunjukkan angka partisipasi yang lebih tinggi dibandingkan Pilgub. “Ini bukti bahwa calon bupati dan wali kota lebih dekat dengan masyarakat dibandingkan calon gubernur,” ungkapnya.
Ke depan, ia berharap ada evaluasi serius terkait pencalonan kepala daerah agar masyarakat lebih tertarik untuk terlibat. Menurutnya, demokrasi yang sehat memerlukan calon yang tidak hanya memenuhi syarat administratif, tapi juga mampu menginspirasi dan merepresentasikan keinginan masyarakat luas.