Kremlin melalui juru bicaranya, Dmitry Peskov, memperingatkan bahwa keputusan Ukraina untuk menghentikan perpanjangan kontrak transit gas Rusia akan berdampak buruk pada konsumen Eropa. Peskov menyatakan bahwa tindakan ini dapat memicu kenaikan harga gas dan mengurangi daya saing industri di Eropa.
Menanggapi pengumuman Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy, Peskov menekankan bahwa Eropa akan menghadapi dampak serius, seperti harga gas yang melambung. Untuk mengatasi hal ini, Moskow sedang mempertimbangkan alternatif lain, termasuk mendirikan pusat gas di Turki.
Di tengah meningkatnya ketegangan di wilayah Kursk, Rusia, akibat serangan Ukraina, Peskov menyebut situasi tersebut sudah mencapai titik kritis. Ia juga menyoroti kekhawatiran calon presiden AS, Donald Trump, mengenai kemungkinan Perang Dunia ke-3, dengan menyatakan bahwa peringatan itu sangat bisa dipahami.
Peskov juga mengomentari potensi serangan Ukraina terhadap Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Kursk. Ia merujuk pada kunjungan Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) ke lokasi tersebut, yang menilai dampak serangan. Peskov menegaskan bahwa meskipun IAEA tidak dapat secara resmi menyalahkan pihak tertentu, tanggung jawab atas peningkatan risiko nuklir jelas ada pada Ukraina.
Dalam konteks negosiasi, Peskov menyatakan bahwa pembicaraan damai dengan Ukraina saat ini tidak mungkin dilakukan. Ia menegaskan, tidak ada dasar yang cukup untuk memulai negosiasi di tengah situasi yang memanas ini. Selain itu, klaim Kiev tentang “kemenangan atas Rusia” dianggapnya sebagai retorika biasa dari pemerintah Ukraina.
Konflik di wilayah Kursk dimulai dengan serangan Ukraina pada awal Agustus, yang menurut Moskow dipicu oleh pengaruh Barat, terutama Amerika Serikat. Rusia melaporkan bahwa serangan ini telah menyebabkan 17 kematian, 140 cedera, dan evakuasi lebih dari 121 ribu orang. Sementara itu, Ukraina mengklaim telah merebut sekitar 100 permukiman, termasuk Sudzha, dalam serangan tersebut. Zelenskyy menyebut tujuan serangan ini adalah untuk membentuk zona penyangga, dengan mengkritik pembatasan Barat terhadap serangan ke wilayah Rusia. Presiden Rusia Vladimir Putin mengutuk aksi ini sebagai “serangan teroris.”