Dalam beberapa tahun terakhir, fintech (teknologi keuangan) semakin berkembang pesat untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan akses pinjaman. Istilah “Pinjaman Online” atau “Pinjol” menjadi populer dalam konteks ini. Namun, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) berencana mengganti istilah tersebut.
Ketua Umum AFPI, Entjik S Djafar, menyatakan bahwa mereka sedang mempertimbangkan istilah baru untuk fintech peer-to-peer (P2P) lending. “Kami sedang menggodok dan menargetkan sosialisasi tahun ini,” ungkap Entjik pada Selasa (22/7), seperti dikutip detikcom.
Meski demikian, Entjik belum membocorkan istilah baru yang akan digunakan. Berdasarkan survei, mereka menemukan 3.972 istilah yang diusulkan masyarakat. Perubahan ini didorong oleh kebutuhan untuk membedakan antara pinjol legal dan ilegal.
Banyak pelaku industri mendukung rebranding ini. Istilah “pinjol” sering dikaitkan dengan praktik ilegal. Dengan rebranding, masyarakat diharapkan bisa membedakan fintech P2P lending yang terdaftar di OJK dari pinjol ilegal.
Entjik menegaskan, istilah pinjol lebih cocok untuk pinjol ilegal. Dia menjelaskan bahwa sering kali fintech P2P lending yang legal menjadi sasaran kesalahan. Kasus yang melibatkan pinjol seringkali adalah hasil dari praktik tidak manusiawi dan melanggar hukum yang dilakukan oleh pinjol ilegal.
Ia juga menjelaskan bahwa fintech P2P lending yang sah berbeda dengan layanan lain seperti “buy now pay later,” yang termasuk dalam industri pembiayaan. Kasus bunuh diri yang sering kali dikaitkan dengan pinjol sering kali berhubungan dengan perlakuan tidak manusiawi dari pinjol ilegal, bukan dari anggotanya.
Dengan adanya perubahan istilah ini, diharapkan masyarakat lebih bisa membedakan antara layanan fintech yang legal dan yang ilegal. Langkah ini diharapkan dapat memperbaiki citra fintech di mata publik dan melindungi konsumen dari praktik yang merugikan.