MUI Tetapkan Aturan Ketat untuk Konten Kreator Muslim, Ini Panduannya

Share on facebook
Share on twitter
Share on telegram
Share on whatsapp
Pict by Instagram

Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan panduan baru yang mengatur perilaku konten kreator muslim dalam membuat konten di media sosial. Aturan ini dirancang untuk memastikan bahwa konten yang dibuat tidak melanggar syariat Islam, sebagaimana tercantum dalam Fatwa MUI Nomor 24 Tahun 2017 tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah Melalui Media Sosial. Fatwa ini memberikan arahan bagi umat Islam dalam beraktivitas di media sosial agar tetap sesuai dengan ajaran agama.

Dalam fatwa tersebut, ada sejumlah jenis konten yang dinyatakan haram jika dibuat oleh konten kreator. Berikut adalah rangkuman poin-poin penting yang dilansir dari laman resmi MUI pada Rabu, 5 Juni 2024:

  1. Larangan Ghibah, Fitnah, dan Namimah: Setiap muslim diharamkan melakukan ghibah (menggunjing), fitnah, namimah (adu domba), serta menyebarkan permusuhan melalui media sosial.
  2. Bullying dan Ujaran Kebencian: Dilarang melakukan bullying, menyebarkan ujaran kebencian, serta permusuhan berdasarkan suku, agama, ras, atau antar golongan.
  3. Penyebaran Hoax: Menyebarkan informasi bohong atau hoax, meskipun dengan niat baik seperti menyampaikan kabar kematian orang yang masih hidup, juga diharamkan.
  4. Konten Pornografi dan Kemaksiatan: Menyebarkan materi pornografi, kemaksiatan, dan hal-hal lain yang terlarang secara syar’i juga termasuk dalam kategori haram.
  5. Konten yang Tidak Tepat Waktu atau Tempat: Menyebarkan konten yang benar tetapi tidak sesuai tempat dan/atau waktunya, atau membuat informasi yang tidak benar dapat diakses oleh masyarakat, hukumnya juga haram.

Fatwa tersebut juga menegaskan bahwa haram hukumnya bagi setiap muslim untuk memproduksi, menyebarkan, atau membuat dapat diaksesnya konten/informasi negatif, serta mencari-cari informasi negatif. Selain itu, memproduksi atau menyebarkan konten yang bertujuan untuk membenarkan yang salah atau menyalahkan yang benar, membangun opini palsu, atau menipu publik juga dianggap haram.

Umat Islam juga dilarang untuk menyebarkan konten pribadi yang tidak patut disebarkan ke publik. Aktivitas buzzer di media sosial yang mengandung hoax, ghibah, fitnah, namimah, bullying, aib, gosip, dan hal-hal sejenis untuk mencari keuntungan, baik ekonomi maupun non-ekonomi, juga diharamkan. Termasuk juga orang yang mendukung, membantu, atau memanfaatkan jasa para buzzer.

Selain itu, ijtima ulama Komisi Fatwa se-Indonesia juga menetapkan bahwa profesi konten kreator seperti Youtuber dan Selebgram wajib mengeluarkan zakat. Zakat ini harus dikeluarkan jika penghasilan mereka mencapai nisab, yakni setara dengan 85 gram emas, dan telah dimiliki selama satu tahun (hawalan al haul). Hal ini disampaikan oleh Ketua SC Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia VIII, Prof KH Asrorun Ni’am Sholeh.

Dengan adanya aturan ini, diharapkan konten kreator muslim bisa lebih bijak dalam membuat dan menyebarkan konten, serta tetap berpegang teguh pada ajaran Islam dalam aktivitas bermuamalah di media sosial.