Belum lama ini, pemerintah Indonesia kembali memperkenalkan sebuah program bernama Tapera (Tabungan Perumahan Rakyat). Program ini mengundang sorotan tajam karena berdampak langsung pada karyawan swasta dengan pemotongan gaji sebagai salah satu mekanismenya. Sejak pengumumannya, Tapera telah menjadi perbincangan hangat di semua lapisan masyarakat, termasuk para tokoh terkenal seperti Kiky Saputri.
Melalui media sosial, Kiky Saputri menyuarakan sindiran dan pertanyaan kritis terhadap program pemerintah tersebut. Dengan mengubah singkatan Tapera menjadi “Tabungan Penderitaan Rakyat,” Kiky memancing perdebatan sengit di dunia maya, menjadikannya topik tren di jagat daring.
Namun, Kiky Saputri bukanlah satu-satunya yang mengangkat isu ini. Soleh Solihun pun turut memberikan komentar tentang dampak potensial program Tapera terhadap penghasilan karyawan swasta. Dalam perhitungannya, Soleh menggambarkan bagaimana pemotongan sebesar 3% dari gaji dapat berdampak besar terhadap kemampuan menabung, dengan menyindir bahwa butuh waktu berabad-abad untuk mencapai tujuan membeli rumah.
Untuk memahami lebih lanjut, Tapera diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024, yang merupakan revisi dari PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera), yang ditandatangani oleh Presiden Jokowi pada 20 Mei 2024. Sesuai dengan aturan tersebut, peserta diwajibkan menyisihkan 3% dari gaji atau upah mereka, atau dari penghasilan bagi peserta yang bekerja secara mandiri.
Terkait iuran, bagi peserta yang bekerja, tanggung jawab iuran dibagi antara pemberi kerja (0,5%) dan pekerja (2,5%). Sementara itu, bagi peserta yang bekerja mandiri, seluruh beban iuran ditanggung sendiri. Ketentuan mengenai iuran ini diatur secara rinci dalam Pasal 15 Tapera.
Kontroversi seputar Tapera menyoroti perdebatan yang lebih luas tentang tanggung jawab pemerintah terhadap kesejahteraan finansial rakyat, serta dampak kebijakan sosial-ekonomi terhadap generasi muda. Sementara pemerintah berpendapat bahwa Tapera bertujuan untuk meningkatkan akses perumahan bagi masyarakat, banyak yang meragukan efektivitasnya dan menyuarakan keprihatinan atas konsekuensi potensialnya terhadap daya beli dan kesejahteraan masyarakat.
Dengan berbagai pendapat dan pandangan yang beragam, Tapera terus menjadi topik yang hangat diperbincangkan, menggugah kesadaran akan pentingnya kebijakan publik yang memperhatikan kebutuhan dan kepentingan semua pihak, terutama para pemangku kepentingan di era yang terus berubah ini.