Di zaman sekarang, konsep self-love atau cinta diri semakin digalakkan dan menjadi topik yang banyak dibicarakan. Banyak orang yang menyarankan kita untuk mencintai diri sendiri terlebih dahulu sebelum bisa mencintai orang lain. Tentu saja, mencintai diri sendiri itu penting untuk kesehatan mental dan emosional. Namun, tahukah kamu bahwa ada bentuk self-love yang justru bisa membuat kita menjadi toxic? Yuk, kita bahas lebih dalam mengenai bagaimana self-love yang salah bisa berisiko menumbuhkan sifat-sifat toxic dalam diri kita.
1. Apa Itu Self-Love?
Sebelum masuk ke pembahasan lebih dalam, kita perlu memahami apa itu self-love. Self-love adalah sebuah konsep di mana seseorang menghargai dirinya sendiri, menerima kekurangan dan kelebihan yang ada, serta menjaga kesehatan mental dan fisik. Dalam bentuk yang sehat, self-love mendorong seseorang untuk merawat diri, berpikir positif, dan menciptakan batasan yang sehat dalam hubungan dengan orang lain.
Namun, self-love yang berlebihan atau tidak sehat bisa menuntun kita ke dalam perilaku yang tidak produktif atau bahkan merugikan diri sendiri dan orang lain.
2. Gejala Self-Love yang Bisa Jadi Toxic
Meskipun self-love terdengar seperti hal yang positif, ada beberapa tanda yang harus kamu waspadai. Berikut adalah gejala-gejala dari self-love yang bisa menjadi toxic:
a. Mementingkan Diri Sendiri Tanpa Memperhatikan Orang Lain
Ketika self-love berubah menjadi narsisme, seseorang bisa lebih mementingkan diri sendiri daripada orang lain. Mereka merasa bahwa kebutuhan dan keinginan mereka harus selalu diprioritaskan, bahkan jika itu mengorbankan perasaan atau kebutuhan orang lain. Ini bisa merusak hubungan interpersonal karena ego yang terlalu tinggi.
b. Tidak Mau Menerima Kritik
Salah satu tanda bahwa mencintai diri sudah menjadi toxic adalah ketidakmampuan untuk menerima kritik atau masukan dari orang lain. Seseorang yang terlalu mencintai dirinya sendiri akan merasa bahwa segala pendapat orang lain tidak valid dan mereka selalu benar. Padahal, kritik yang membangun adalah hal yang penting untuk perkembangan pribadi.
c. Menghindari Pertanggungjawaban atas Perilaku
Ketika kita terlalu fokus pada “merawat diri sendiri” atau “melindungi diri dari stres,” kita bisa menghindari tanggung jawab atas perilaku kita. Ini bisa berupa tidak mau bertanggung jawab atas kesalahan yang kita buat atau menempatkan diri kita selalu sebagai korban dalam setiap situasi, tanpa merenung untuk introspeksi dan memperbaiki diri.
d. Terlalu Sering Mengutamakan Kenikmatan Pribadi
Self-love yang berlebihan bisa mendorong seseorang untuk terlalu fokus pada kenikmatan pribadi dan kesenangan jangka pendek. Misalnya, seseorang yang terus-menerus mencari kebahagiaan lewat konsumsi berlebihan, seperti berbelanja, makan enak, atau menghindari tanggung jawab demi kenyamanan pribadi. Sementara itu, kebahagiaan yang sejati datang dari keseimbangan dan pertumbuhan pribadi yang lebih dalam.
e. Merasa Superior atau Lebih Baik dari Orang Lain
Mencintai diri yang sehat membuat kita merasa nyaman dengan diri kita sendiri tanpa membandingkan diri dengan orang lain. Namun, ketika mencintai diri berubah menjadi toxic, kita bisa merasa superior atau lebih baik dari orang lain. Ini mengarah pada perilaku yang merendahkan atau tidak peduli dengan orang lain, dan membuat kita sulit untuk berempati terhadap perasaan atau kesulitan orang lain.
3. Penyebab Self-Love yang Menjadi Toxic
Ada beberapa faktor yang menyebabkan seseorang mengembangkan self-love yang berisiko menjadi toxic. Beberapa di antaranya adalah:
a. Pengaruh Media Sosial
Di era digital ini, media sosial memainkan peran besar dalam pembentukan citra diri. Banyak orang yang terobsesi dengan penampilan luar dan citra yang mereka ciptakan di dunia maya. Hal ini bisa membuat seseorang terlalu fokus pada diri sendiri dan mengejar validasi dari orang lain, yang pada gilirannya mendorong mereka ke dalam perilaku yang narsistik dan egois.
b. Trauma Masa Lalu
Beberapa orang yang pernah mengalami trauma atau kekerasan emosional di masa lalu mungkin mencoba mencari kenyamanan dalam kondisi mencintai diri sebagai cara untuk menyembuhkan diri. Namun, jika tidak diimbangi dengan introspeksi yang sehat dan kesediaan untuk menerima kritik, ini justru bisa menumbuhkan sikap defensif dan penghindaran tanggung jawab.
c. Kebutuhan untuk Perlindungan Diri
Ketika seseorang merasa sangat rentan atau terluka secara emosional, mereka mungkin berusaha menghindari rasa sakit dengan terlalu fokus pada melindungi diri sendiri. Ini bisa membuat mereka menolak untuk menghadapi kekurangan diri dan berfokus hanya pada hal-hal yang membuat mereka merasa baik tentang diri mereka sendiri, tanpa mau menghadapi kenyataan atau memperbaiki kelemahan.
Self-love adalah hal yang penting untuk menjaga kesehatan mental dan emosional. Namun, ketika diterapkan dengan cara yang tidak sehat, kondisi ini bisa menjadi toxic dan merusak hubungan dengan diri sendiri dan orang lain. Dengan menjaga keseimbangan, menerima kritik, dan memperhatikan kebutuhan orang lain, kamu dapat memiliki cinta diri yang sehat yang mendukung pertumbuhan pribadi tanpa merugikan orang lain.
Baca juga: Manfaat Decluttering Bagi Kesehatan Mental