Celebrithink.com – Krisis ekonomi kerap menjadi ancaman nyata bagi stabilitas bisnis, termasuk di negara maju seperti Jepang. Tahun 2024 menjadi babak suram bagi dunia usaha Jepang, dengan lonjakan angka kebangkrutan yang belum pernah terjadi dalam lebih dari satu dekade. Apa yang sebenarnya memicu tren ini?
Lonjakan Kebangkrutan Capai Rekor Baru
Pada 2024, lebih dari 10.000 perusahaan Jepang dilaporkan mengalami kebangkrutan. Menurut data Tokyo Shoko Research (TSR), angka ini menjadi yang tertinggi sejak 2013, ketika 10.855 perusahaan gulung tikar.
Sebanyak 841 perusahaan dilaporkan bangkrut pada November 2024 saja. Hal ini menambah jumlah total kebangkrutan dari Januari hingga November menjadi 9.164 perusahaan. Angka tersebut sudah melebihi total kebangkrutan pada tahun sebelumnya.
Faktor Penyebab Kebangkrutan
Beberapa faktor utama yang berkontribusi pada gelombang kebangkrutan ini meliputi:
- Kenaikan Harga Akibat Melemahnya Yen
Melemahnya yen membuat biaya impor meningkat, sehingga membebani banyak perusahaan, terutama yang bergantung pada bahan baku dari luar negeri. - Kekurangan Tenaga Kerja
Industri di Jepang juga menghadapi tantangan besar dalam hal tenaga kerja. Populasi yang menua dan menurunnya jumlah tenaga kerja produktif membuat operasional perusahaan menjadi lebih sulit. - Krisis pada Perusahaan Besar
Pada 2024, MSJ Asset Management tercatat menjadi salah satu perusahaan dengan kebangkrutan terbesar, meskipun jumlah kewajibannya masih lebih rendah dibandingkan Mitsubishi Aircraft pada tahun-tahun sebelumnya.
Dampak dan Tren Masa Depan
Total kewajiban dari perusahaan yang bangkrut pada 2024 mencapai JPY 2,3 triliun, menurun 2,4 persen dari tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar kebangkrutan terjadi pada perusahaan kecil hingga menengah.
Namun, tren ini menandai peningkatan tajam selama tiga tahun berturut-turut. Jika tidak ada perbaikan dalam kebijakan ekonomi dan stabilisasi mata uang, angka kebangkrutan kemungkinan akan terus meningkat.
Gelombang kebangkrutan di Jepang menjadi peringatan bagi dunia usaha global. Faktor-faktor seperti volatilitas mata uang, kekurangan tenaga kerja, dan tekanan ekonomi lainnya perlu ditangani secara serius. Bagi Jepang, tantangan ini menjadi pengingat penting akan perlunya inovasi dan reformasi dalam menjaga keberlangsungan ekonomi.