Harvey Moeis, terpidana kasus korupsi PT Timah, terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan dengan bantuan iuran dari pemerintah. Kepala Humas BPJS Kesehatan, Rizzky Anugerah, mengonfirmasi bahwa Harvey dan istrinya terdaftar sebagai penerima bantuan iuran (PBI) APBD DKI Jakarta.
Sebelumnya, kabar ini tersebar di media sosial yang menyebutkan bahwa Harvey Moeis dan istrinya menerima bantuan iuran BPJS Kesehatan. Hal ini menjadi sorotan publik, mengingat statusnya sebagai terpidana yang merugikan negara hingga Rp300 triliun. Masyarakat pun mempertanyakan bagaimana seorang terpidana dapat mendapatkan fasilitas ini.
Rizzky menjelaskan bahwa Harvey terdaftar dalam segmen PBI yang didaftarkan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Dalam sistem ini, iuran BPJS Kesehatan Harvey dan istrinya ditanggung oleh APBD Jakarta. “Hasil pengecekan data, nama Harvey Moeis masuk dalam segmen PBPU Pemda DKI Jakarta,” kata Rizzky.
Namun, Rizzky tidak mengungkapkan sejak kapan Harvey dan istrinya terdaftar sebagai peserta PBI APBD. BPJS Kesehatan juga tidak memberikan keterangan lebih lanjut terkait apakah Harvey pernah memanfaatkan fasilitas kesehatan melalui BPJS tersebut. Pihak BPJS juga menegaskan bahwa kepesertaan Harvey berbeda dengan PBI Jaminan Kesehatan (JK) yang ditujukan untuk masyarakat miskin.
PBI APBD, menurut Rizzky, tidak mensyaratkan peserta harus berasal dari kalangan miskin. Peserta dalam segmen ini dapat berasal dari seluruh penduduk di suatu daerah yang belum terdaftar dalam Program JKN dan bersedia menerima hak kelas 3. Kepesertaan ini ditanggung oleh pemerintah daerah setempat, dan pemerintah daerah berwenang menentukan siapa yang akan didaftarkan.
Sementara itu, PBI JK khusus diperuntukkan bagi masyarakat miskin yang tercatat dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) Kementerian Sosial. Iuran peserta PBI JK ini ditanggung oleh APBN, berbeda dengan PBI APBD yang ditanggung oleh APBD daerah.
Harvey Moeis, yang terlibat dalam kasus korupsi PT Timah, divonis 6,5 tahun penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Jakarta Pusat pada 23 Desember 2024. Selain hukuman penjara, Harvey juga dijatuhi denda Rp1 miliar subsider 6 bulan penjara dan diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp210 miliar subsider 2 tahun penjara.
Keputusan hakim ini lebih ringan dibandingkan tuntutan jaksa yang meminta hukuman 12 tahun penjara, denda Rp1 miliar subsider 1 tahun penjara, dan uang pengganti Rp210 miliar subsider 6 tahun penjara.