Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Feri Amsari, mengkritik pernyataan Presiden Prabowo Subianto terkait wacana pemilihan kepala daerah melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Dalam sebuah siniar di kanal YouTube Akbar Faizal, Feri menyebut gagasan tersebut banyak yang tidak tepat dan lucu.
Feri menilai pernyataan itu tidak berdasarkan pertimbangan yang matang. Ia heran karena Prabowo merujuk pada pernyataan Menteri ESDM sekaligus Ketua Umum Golkar, Bahlil Lahadalia. Menurutnya, Bahlil tidak memiliki wewenang untuk mengevaluasi sistem pilkada atau kepemiluan.
Gagasan tersebut pertama kali dilontarkan Bahlil dalam acara HUT ke-60 Golkar pada 12 Desember 2024. Ia menyarankan agar pemilihan kepala daerah dilakukan melalui DPRD untuk menekan biaya politik yang dinilai sangat tinggi. Presiden Prabowo pun mendukung gagasan itu dengan alasan efisiensi anggaran.
Dalam penjelasannya, Prabowo membandingkan sistem politik di Indonesia dengan negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura. Menurutnya, pemilihan kepala daerah oleh DPRD lebih hemat biaya dan dapat dialokasikan untuk kesejahteraan rakyat.
Namun, Feri menganggap alasan tersebut keliru. Menurutnya, biaya tinggi pilkada bukan disebabkan oleh rakyat, melainkan oleh kandidat yang mencalonkan diri. Kandidat sering merangkul banyak partai untuk memperbesar peluang menang, yang tentunya membutuhkan mahar politik.
Selain itu, Feri juga menyoroti peran politik uang sebagai penyebab utama tingginya biaya pilkada. Kandidat yang menyogok pemilih dan pemilih yang menerima sogokan sama-sama bersalah. Namun, ia menilai tidak adil jika hanya rakyat yang dihukum dengan hilangnya hak pilih mereka, sedangkan kandidat tetap bisa bertarung di pemilu.
Feri juga menyebut pernyataan Prabowo tidak konsisten. Di satu sisi, Prabowo menyebut perlunya evaluasi sistem pilkada, tetapi di sisi lain sudah menyimpulkan bahwa pilkada harus dialihkan ke DPRD. Padahal, evaluasi seharusnya dilakukan untuk menemukan masalah terlebih dahulu sebelum memberikan solusi.
Menurut Feri, pernyataan Prabowo akan lebih tepat jika didasarkan pada masukan dari ahli kepemiluan. Ia menilai keputusan strategis seperti ini tidak bisa hanya mengandalkan pandangan seorang politisi atau pejabat yang tidak memiliki keahlian di bidang tersebut.
Wacana pemilihan kepala daerah melalui DPRD ini memicu perdebatan di kalangan publik dan akademisi. Banyak pihak mempertanyakan apakah gagasan tersebut benar-benar mengutamakan efisiensi atau justru membawa kepentingan politik tertentu. Bagi Feri, kunci utama memperbaiki sistem pilkada adalah dengan menghilangkan politik uang, bukan menghilangkan hak pilih rakyat.