Film “Tale of the Land” Angkat Konflik Dayak di Panggung Internasional

Pict by Instagram

Film Indonesia Tale of the Land sukses membawa nama Indonesia ke panggung dunia. Film ini tayang perdana di Busan International Film Festival (BIFF) 2024 pada 4 Oktober. Film tersebut masuk dalam kategori New Currents dan menarik perhatian berkat kisahnya yang kuat. Tale of the Land menceritakan kehidupan masyarakat Dayak serta konflik lahan yang terjadi di Kalimantan Timur.

Sutradara Loeloe Hendra Komara, produser Yulia Evina Bhara dan Amerta Kusuma, serta pemeran utama Shenina Cinnamon, Arswendy Bening Swara, dan Yusuf Mahardika menghadiri pemutaran di Busan, Korea Selatan. Film ini menyoroti kehidupan May, seorang gadis Dayak yang trauma setelah kehilangan orangtuanya dalam konflik lahan di tanah adat. “Konflik ini mengubah kehidupan komunitas dan meninggalkan luka mendalam pada May,” kata Loeloe dalam wawancara.

May, yang diperankan oleh Shenina Cinnamon, tinggal bersama kakeknya di rumah terapung setelah selamat dari pembantaian. Trauma yang dialami May membuatnya unik karena ia selalu pingsan setiap kali menginjak daratan. “Perjuangan May untuk pulih dari trauma dan menjadi kuat lagi adalah inti dari cerita ini,” tambah Loeloe. Film ini tak hanya bicara soal identitas dan trauma, tetapi juga menampilkan keindahan alam Kalimantan Timur, yang sebagian besar sudah berubah karena penggundulan hutan.

Proses syuting film dilakukan 90 persen di atas air, tepatnya di Kota Bangun, Kalimantan Timur. Wilayah ini dikenal dengan keindahan alam serta kekayaan budaya masyarakat Kutai. Selain Shenina Cinnamon, film ini juga dibintangi aktor terkenal seperti Angga Yunanda, Arswendy Bening Swara, Yusuf Mahardika, dan Bagus Ade Saputra.

Keikutsertaan Tale of the Land di Busan International Film Festival menjadi momen penting, tidak hanya bagi film tersebut, tetapi juga bagi perfilman Indonesia. Pihak produksi, melalui akun Instagram resmi mereka @kawankawanmedia, membagikan poster resmi film dengan menampilkan Shenina sebagai May. “Hitungan mundur menuju perjalanan May ke Busan telah dimulai,” tulis Kawan-Kawan Media, menandakan antusiasme tim produksi.

Bahasa Kutai menjadi tantangan tersendiri bagi Shenina dalam memerankan May. “Bahasa ini memberikan kedalaman lebih pada karakter dan menghubungkannya dengan tanah kelahiran,” ungkap Shenina. Selain itu, film ini juga menjadi ajang reuni bagi Shenina dan Angga Yunanda setelah berkolaborasi dalam Di Bawah Umur (2020).

Sutradara Loeloe Hendra Komara merasa bangga atas pencapaian film ini. “Saya sangat bersyukur dan bangga. Ini adalah pencapaian besar bagi seluruh kru dan pemain,” ucapnya. Loeloe sebelumnya dikenal lewat karya-karya pendek seperti Rumah Paku dan Onomastika. Namun, Tale of the Land menjadi pencapaian penting dalam karier penyutradaraannya.

Penayangan perdana di BIFF 2024 menjadi langkah awal bagi Tale of the Land untuk menarik perhatian di panggung internasional. Meski belum ada jadwal pasti untuk penayangan di Indonesia, banyak penonton yang sudah menantikan film ini tayang di bioskop Tanah Air.

Populer video

Berita lainnya